HUKAMANEWS – Tingginya angka kecelakaan di jalur pendakian sejumlah destinasi wisata pegunungan, semestinya mendorong pemerintah untuk segera menerapkan mitigasi kebencanaan di jalur destinasi tersebut.
Hal ini ditulis pakar wisata Universitas Andalas, Assoc.Prof.Dr.Sari Lenggogeni, dalam laman facebook. Melihat selama ini pengelolaan destinasi wisata masih berbasis komunitas.
"Harus punya blueprint mitigasi di wilayah yang memamg resiko tinggi kecelakaan.Siapa regulatornya dan bagaimana standar pelayanannya, ada posko keselamatan, dan infrastruktur serta personil yang memadai," ucap pihaknya.
Apa yang dilakukan tim SAR dan Basarnas dalam proses evakuasi kecelakaan setiap pendaki diakui luar biasa.Akan tetapi mereka disebutkan pihaknya hanya sekedar support system yang hanya membantu saat terjadi insiden.
"Pemeran utamanya adalah si regulator wisata yaitu pemerintah itu sendiri.Kenapa masih kurang dalam efektifitas penyelamatan oleh tim SAR dan Basarnas, karena lemahnya sistem itu sendiri.Perlu disempurnakan agar kerjanya lebih leluasa," tambah pihaknya.
Seperti diucapkan pendaki warga Irlandia, Paul Farrell, yang pernah mengalami hal yang sama dengan Juliana Marins, jatuh ke jurang Gunung Rinjani, dengan kondisi selamat.
"Terkait peningkatan keamanan, kita perlu mempertimbangkan bahwa Indonesia adalah negara miskin dengan sedikit sumber daya. Namun, tentu saja harus ada lebih banyak uang diinvestasikan untuk meningkatkan keamanan di sana," katanya.
Menurutnya, mereka dapat menaikkan biaya yang dikenakan saat mengunjungi lokasi tersebut untuk meningkatkan pengamanan dan keselamatan jalur pendakian Gunung Rinjani.
"Atau memastikan setiap kelompok memiliki setidaknya dua pemandu, sehingga salah satu dari mereka tetap berada di belakang dan dapat menawarkan semacam dukungan kepada orang-orang yang merasa tidak enak badan dan tertinggal, seperti yang terjadi pada Juliana," saran Farrell.***