Dan jika Iran benar-benar menutup Selat Hormuz, potensi lonjakan harga bisa mencapai 150 hingga 170 dolar per barel.
Kondisi ini tentu mengkhawatirkan bagi negara-negara pengimpor energi seperti Indonesia.
Achmad menegaskan bahwa pemerintah Indonesia berada dalam posisi yang sangat sulit.
Jika harga minyak naik tajam, ada dua opsi yang mungkin diambil: menaikkan harga BBM atau menambah subsidi energi.
Namun, keduanya sama-sama memiliki konsekuensi berat terhadap ekonomi nasional.
Menaikkan harga BBM bisa menekan daya beli masyarakat, sementara menambah subsidi akan membebani APBN dan memperlebar defisit anggaran.
Kenaikan harga minyak juga diprediksi akan memicu inflasi global, membengkaknya biaya logistik, hingga memperbesar ancaman resesi di negara berkembang.
Situasi ini menjadi pukulan telak bagi upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi dan krisis pangan dunia yang masih berlangsung.
Dengan eskalasi konflik yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda, dunia kini berada di ujung krisis energi baru.
Baca Juga: Gempuran AS ke Iran Bikin Dunia Tegang! Rusia China Korut Dikabarkan Siapkan Langkah Mengejutkan
Sementara Indonesia harus bersiap menghadapi kemungkinan terburuk, mulai dari lonjakan harga BBM hingga tekanan fiskal yang makin berat.***