HUKAMANEWS – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menyebut kalkulasi pembangunan tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall di sepanjang pantai utara Jawa bakal tembus hingga US$80 miliar atau sekitar Rp1.297 triliun.
Sayangnya sebelum bicara darimana dana pembangunan tanggul raksasa tersebut diperoleh, kritikan sudah bermunculan. Tanggul tersebut malah akan menimbulkan masalah baru bagi masyarakat pesisir, terutama nelayan.
Survei Destructive Fishing Watch (DFW) yang dirilis pada 30 April lalu menunjukkan 56,2% masyarakat tidak setuju pembangunan GSW di sepanjang pesisir utara Jawa.
"Sebanyak 56,2% masyarakat sekarang tidak setuju giant sea wall karena khawatir dampak lingkungan dan mata pencaharian hilang, terutama di kalangan nelayan," ucap peneliti DFW, Luthfian Haekal, Selasa 18 Juni 2025.
Proyek ini sendiri sebenarnya merupakan perluasan dari pembangunan tanggul laut di utara Jakarta yang sudah dimulai sejak 2014 melalui program National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).
Luthfian menjelaskan berdasarkan pengalaman NCICD, banyak nelayan kesulitan melaut. Setiap melaut, para nelayan harus memutar lebih jauh karena jalur mereka kini terhalang tanggul laut.
Deputi Pengelolaan Program dan Jaringan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Erwin Suryana, menuturkan banyak nelayan juga mengeluhkan hasil tangkapan yang berkurang setelah program NCICD berjalan.
Kemudian faktanya pembangunan tanggul melibatkan proses pengerukan. Sedimentasi dari pengerukan itu akan tersebar hingga menutupi terumbu karang.Jika sudah tertutup, terumbu karang pada akhirnya akan mati.
"Terumbu karang itu kan menjadi rumah buat ikan untuk berkembang biak. Kalau tidak ada, otomatis ikan juga tidak ada. Tangkapan nelayan berkurang," tuturnya.
Baca Juga: Kemensos Tambah BPNT Rp 200 Ribu, Ini Cara Cek Penyalurannya Juni–Juli 2025
Hingga kini, belum ada riset mengenai potensi kerugian nelayan jika proyek tanggul laut dilanjutkan sampai ke Jawa Timur.