nasional

Gaji Kecil Tapi Jabatan Diincar Mati-matian, KPK Curiga Ada 'Bonus Tersembunyi' di Kursi Kepala Daerah!

Kamis, 5 Juni 2025 | 07:00 WIB
Rendahnya gaji kepala daerah dinilai jadi celah korupsi, KPK minta pemerintah pusat segera lakukan evaluasi. (HukamaNews.com / KPK)

HUKAMANEWS - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti persoalan mendasar dalam sistem pemerintahan daerah: rendahnya gaji kepala daerah yang dinilai bisa menjadi celah subur bagi praktik korupsi.

Berdasarkan pengalaman lima pejabat internalnya yang pernah ditugaskan sebagai Penjabat (Pj) kepala daerah, KPK menilai sudah saatnya pemerintah pusat mengkaji ulang standar penghasilan dan fasilitas bagi para pemimpin daerah.

Isu ini mencuat dalam forum diskusi bertajuk 'Praktik Baik Penugasan Penjabat Kepala Daerah dari KPK' yang digelar di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, pada Rabu, 4 Juni 2025.

Sekretaris Jenderal KPK, Cahya H Harefa, menyampaikan bahwa meskipun tujuan utama lembaganya adalah memberantas korupsi, KPK juga ingin memberikan kontribusi lebih luas dalam pembangunan daerah melalui pengiriman pejabatnya sebagai Pj kepala daerah.

Baca Juga: Di Tengah Kabar Pemakzulan Dirinya Sebagai Wapres, Muncul Berita Wapres Gibran Follow Akun Judi Online

Ia menekankan bahwa integritas yang dibawa lima pejabat tersebut harus menjadi contoh nyata bagi masyarakat, para ASN, hingga anggota DPRD dalam menjunjung tinggi nilai antikorupsi.

Menurut Cahya, para pejabat KPK yang bertugas di daerah telah berusaha keras menjadi teladan, mulai dari transparansi anggaran hingga pelibatan masyarakat dalam pendidikan antikorupsi.

Namun di balik itu, Cahya menyinggung persoalan klasik yang terus berulang: gaji kepala daerah yang sangat minim dibandingkan tanggung jawab besar yang mereka emban.

Ia menyebut angka sekitar Rp5,9 juta sebagai gaji pokok kepala daerah, yang meskipun mendapat tambahan tunjangan sah lainnya, tetap belum memadai jika dibandingkan dengan risiko dan beban pekerjaan.

Ketimpangan ini, menurutnya, menjadi salah satu celah utama yang berpotensi mendorong kepala daerah untuk menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi.

Baca Juga: Resmi Jadi Presiden Korea Selatan, Lee Jae-myung Bawa Angin Segar Usai Kekacauan Politik

Cahya juga menyoroti mahalnya ongkos politik dalam proses pemilihan kepala daerah, yang menurutnya menciptakan dilema serius ketika seseorang harus mengembalikan modal politik melalui jalan yang tidak sah.

Ironisnya, di tengah rendahnya gaji, justru banyak pihak yang bersaing ketat untuk menduduki posisi kepala daerah.

"Kita semua bisa melihat keanehan ini. Kalau pendapatan dari jabatan itu kecil, kenapa banyak yang mengejarnya? Itu yang jadi pertanyaan," ujarnya dalam diskusi.

Ia menambahkan bahwa bahkan seorang penjabat kepala daerah yang seharusnya netral pun pernah terjerat kasus korupsi.

Halaman:

Tags

Terkini