Kebijakan ini bukan tanpa alasan.
Di tengah perlambatan ekonomi global dan gejolak harga komoditas, konsumsi domestik menjadi penopang paling stabil bagi perekonomian nasional.
Pemerintah tampaknya menyadari bahwa menjaga daya beli masyarakat adalah kunci utama untuk menahan potensi kontraksi pertumbuhan.
Apalagi, momen pencairan gaji ke-13 ini bertepatan dengan tahun ajaran baru dan libur panjang pertengahan tahun, yang biasanya mendorong belanja rumah tangga lebih tinggi.
Dari sisi fiskal, langkah ini dinilai cukup terukur karena pencairan dilakukan bersamaan dengan paket insentif lainnya yang telah diperhitungkan dalam APBN.
Baca Juga: Kopdes Merah Putih Dinilai Bawa Harapan, Tapi Rocky Gerung Kasih Warning Serius Soal Risikonya!
Dengan skema gaji ke-13 yang menyasar jutaan ASN dan pensiunan di seluruh Indonesia, dampaknya diprediksi menjalar hingga sektor konsumsi lokal.
Pasar tradisional, pelaku UMKM, hingga pelaku industri layanan seperti transportasi dan pariwisata bisa ikut menikmati efek berganda dari kebijakan ini.
Sejumlah ekonom bahkan menilai langkah ini bisa memberi dampak signifikan terhadap pertumbuhan kuartalan, khususnya jika dibarengi dengan penyerapan belanja daerah yang optimal.
Melalui kebijakan gaji ke-13 ini, pemerintah menunjukkan pendekatan fiskal yang tidak hanya fokus pada infrastruktur dan investasi jangka panjang, tapi juga memperkuat sisi permintaan jangka pendek.
Baca Juga: Baru 1 Hari Usai Longsor, Dedi Mulyadi Tutup Tambang Gunung Kuda, 3 Perusahaan Kena Sanksi Berat
Jika berhasil, strategi ini bisa menjadi contoh efektif bagaimana stimulus fiskal bisa menjawab tantangan ekonomi tanpa harus menunggu momentum pemulihan eksternal.***