Namun yang jelas, rumor beredar bahwa keluarga pelaku telah menyiapkan tim hukum dalam jumlah besar untuk menghadapi kasus ini.
Pihak universitas pun turut buka suara.
Dekan FEB UGM, Didi Achjari, menyampaikan rasa duka mendalam atas meninggalnya Argo.
Ia menegaskan bahwa UGM mendukung penuh proses hukum yang adil dan transparan.
Pernyataan ini seolah menjadi penegas bahwa kampus menolak ikut campur dalam dinamika hukum yang sedang berlangsung.
Publik kini berharap proses hukum berjalan tanpa intervensi dan berdasarkan asas keadilan.
Sebagian masyarakat khawatir bahwa status sosial pelaku bisa menjadi penghalang bagi penegakan hukum yang semestinya berpihak pada kebenaran.
Lebih jauh, kasus ini juga membuka diskusi publik mengenai integritas sistem hukum di Indonesia.
Ketika seorang mahasiswa Fakultas Hukum kehilangan nyawa karena kelalaian pengemudi yang diduga ugal-ugalan, masyarakat ingin melihat apakah keadilan benar-benar bisa ditegakkan secara setara.
Apakah hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas?
Atau justru ini akan menjadi momentum untuk menunjukkan bahwa siapa pun pelakunya, hukum tetap berlaku secara adil?
Kasus kematian Argo bukan hanya soal kecelakaan lalu lintas.
Lebih dari itu, ini menjadi simbol perjuangan keadilan sosial di tengah realitas bahwa kuasa uang kerap mempengaruhi arah hukum.