HUKAMANEWS - Kejaksaan Agung kembali mengungkap kasus korupsi jumbo yang menyeret jajaran petinggi dua bank daerah besar di Indonesia.
Kali ini, dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) melibatkan nama-nama penting dari Bank DKI dan Bank BJB.
Langkah hukum ini menjadi sorotan publik karena menyangkut nilai kerugian negara yang fantastis dan dugaan pelanggaran prosedur perbankan yang fatal.
Penyidik telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu Zainuddin Mappa selaku Direktur Utama Bank DKI tahun 2020, DS sebagai pejabat Divisi Korporasi dan Komersial Bank BJB tahun 2020, serta ISL yang menjabat sebagai Direktur Utama Sritex selama periode 2005 hingga 2022.
Baca Juga: Sukses Bina Siswa Bermasalah, Kak Seto Dorong Untuk Jadi Gerakan Nasional
Penetapan status hukum ini diumumkan langsung oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, pada Rabu malam, 21 Mei 2025.
Menurut Kejaksaan Agung, pemberian kredit oleh dua bank daerah tersebut dilakukan secara melawan hukum dan tidak sesuai dengan prinsip kehati-hatian perbankan.
Penyelidikan yang dilakukan secara intensif melibatkan pemeriksaan terhadap 46 orang saksi, 9 saksi tambahan, dan 1 ahli, hingga akhirnya cukup bukti ditemukan untuk menetapkan ketiganya sebagai tersangka.
Dari hasil penyelidikan, total kredit yang diberikan kepada Sritex mencapai Rp3,58 triliun dan kini tercatat sebagai kredit macet atau gagal bayar.
Rinciannya, Bank Jateng mengucurkan dana sebesar Rp395,6 miliar, Bank BJB dan Bank Banten sebesar Rp543,9 miliar, serta Bank DKI sebesar Rp149,7 juta.
Sisanya berasal dari konsorsium bank negara (Himbara) seperti BRI, BNI, dan LPEI yang mencapai Rp2,5 triliun.
Tidak hanya itu, Sritex juga menerima pembiayaan dari sedikitnya 20 bank swasta lainnya.
Namun, pemberian kredit dari Bank DKI dan BJB menjadi sorotan karena dilakukan tanpa analisa kelayakan yang memadai.
Dalam prosesnya, bank diketahui tidak mengikuti standar operasional prosedur (SOP) dan tidak mempertimbangkan hasil penilaian lembaga pemeringkat seperti Moody’s, yang saat itu memberikan peringkat BB- untuk Sritex—indikasi perusahaan berisiko tinggi gagal bayar.