Tujuannya jelas, yaitu menciptakan pelayanan yang pasti bagi wajib pajak sekaligus meningkatkan pengamanan terhadap penerimaan negara.
Presiden Prabowo juga menekankan pentingnya menjaga integritas dan transparansi dalam pengelolaan pajak agar kepercayaan publik dapat terus meningkat.
Tak hanya itu, penunjukan Bimo juga bersamaan dengan pengangkatan Letjen Djaka Budi Utama sebagai Dirjen Bea dan Cukai.
Kedua figur ini diharapkan dapat menjadi poros utama dalam memperkuat institusi penerimaan negara sekaligus menjamin efisiensi dan efektivitas pembiayaan berbagai program nasional.
Penempatan orang-orang berpengalaman dan berintegritas tinggi seperti Bimo menjadi langkah penting untuk mendobrak persepsi negatif terhadap sistem perpajakan yang selama ini kerap dikritik publik.
Reformasi sistem pajak yang digagas Bimo tak hanya menyasar aspek teknis dan administrasi, tetapi juga menyentuh aspek kepercayaan publik yang selama ini jadi tantangan tersendiri bagi pemerintah.
Dengan latar belakang akademik yang kuat serta pengalaman lintas sektor yang luas, Bimo membawa harapan akan hadirnya perubahan nyata di tubuh Ditjen Pajak.
Dalam konteks ekonomi nasional, langkah ini sangat relevan.
Penerimaan negara yang optimal akan menjadi fondasi penting untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan.
Oleh karena itu, kemampuan Bimo untuk menjawab tantangan struktural dan operasional di sektor pajak akan sangat menentukan arah kebijakan fiskal ke depan.
Kini sorotan publik tertuju pada bagaimana Bimo mengimplementasikan reformasi dan menjadikan Ditjen Pajak sebagai institusi yang benar-benar berorientasi pada pelayanan, efisiensi, dan keadilan.
Dengan mandat langsung dari presiden, tugas berat ini menjadi panggilan untuk memperkuat pondasi fiskal negara di tengah kebutuhan pembangunan yang semakin kompleks.
Jika dijalankan dengan konsisten, langkah ini bisa menjadi titik balik dalam sejarah sistem perpajakan Indonesia.***