HUKAMANEWS - Insiden ledakan amunisi yang baru saja terjadi di Garut, Jawa Barat, bukan sekadar kejadian tragis yang berdiri sendiri.
Peristiwa pada Senin, 12 Mei 2025 itu menewaskan 13 orang, termasuk empat prajurit TNI dan sembilan warga sipil.
Ironisnya, insiden ini muncul saat proses pemusnahan amunisi tidak layak pakai, sebuah prosedur yang seharusnya rutin dan aman.
Namun, fakta bahwa ini bukan kali pertama Indonesia mengalami ledakan amunisi mengundang pertanyaan lebih besar.
Apakah kita sudah cukup siap mengelola sisa-sisa bahan peledak yang rentan? Seberapa aman sistem penyimpanan dan pemusnahan amunisi yang diterapkan saat ini?
Tragedi di Garut ternyata menjadi satu dari banyak insiden serupa yang telah terjadi selama beberapa dekade di tanah air.
Rentetan peristiwa ini memperlihatkan pola yang patut dicermati lebih dalam.
Pada 29 Oktober 1984, sebuah ledakan besar mengguncang gudang peluru Korps Marinir TNI AL di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.
Sumber ledakan diduga berasal dari mortir buatan Yugoslavia.
Peristiwa tersebut menewaskan 15 orang dan melukai 26 lainnya.
Lebih dari 1.000 rumah mengalami kerusakan dan ribuan warga terpaksa mengungsi akibat peluru nyasar yang menyebar ke permukiman.
Tiga dekade kemudian, insiden serupa kembali terjadi, kali ini di gudang amunisi Pasukan Katak, Dermaga Pondok Dayung, Tanjung Priok, pada 5 Maret 2014.
Awalnya, petugas menyatakan gudang dalam kondisi aman saat pemeriksaan pagi.