Lebih lanjut, hakim memberi batas waktu satu bulan setelah putusan inkrah bagi Johnny untuk melunasi uang pengganti tersebut.
Apabila ia gagal membayar, maka jaksa berwenang menyita harta kekayaannya dan melelang untuk menutupi kewajiban tersebut.
Namun, jika ternyata harta Johnny tidak mencukupi, maka ia harus menjalani pidana tambahan selama dua tahun penjara.
Putusan Mahkamah Agung yang menolak PK Johnny Plate ini menegaskan bahwa tidak ada ruang toleransi bagi pelaku korupsi, bahkan jika pelakunya adalah seorang mantan pejabat tinggi.
Kasus ini juga mencerminkan keseriusan lembaga peradilan dalam menegakkan hukum, khususnya pada proyek-proyek yang menyangkut dana publik dan kepentingan masyarakat luas.
Di tengah upaya pemerintah mendorong pemerataan akses digital melalui proyek BTS 4G, kasus ini menjadi tamparan keras tentang pentingnya pengawasan ketat dan transparansi dalam pelaksanaan proyek infrastruktur teknologi.
Dengan tertutupnya seluruh jalur hukum bagi Johnny Plate, publik kini menanti bagaimana penegakan hukum berjalan dalam upaya eksekusi pembayaran uang pengganti dan denda, serta apakah harta kekayaan Johnny cukup untuk menutupi kewajiban tersebut.
Ke depan, kasus ini dapat menjadi rujukan penting dalam pemberantasan korupsi sektor teknologi informasi dan komunikasi, serta sinyal kuat bahwa siapa pun yang menyalahgunakan kewenangan akan tetap dimintai pertanggungjawaban hingga tuntas.***