HUKAMANEWS -Ribuan umat Buddha serentak mulai menyalakan dan melarung pelita sebagai simbol penerangan batin dan doa perdamaian dunia menjelang Hari Tri Suci Waisak.
Hal ini terlihat jelas dari prosesi khidmat Larung Pelita Purnama Sidhi pada Sabtu malam, 10 Mei 2025. Prosesi sakral ini menjadi bagian dari Borobudur Peace and Prosperity Festival (BPPF) yang tahun ini memasuki edisi keempat.
Ketua Majelis Umat Nyingma Monlam Indonesia (MUNI), Lama Rama Santoso Liem, memimpin doa bersama sebelum pelita dilarung.
Baca Juga: YLBHI Minta Polisi Pahami Kembali Makna Meme Buatan Mahasiswa ITB
"Dalam praktik agama Buddha, kita bisa menyampaikan doa dengan banyak cara. Salah satunya adalah melarung pelita ini, sebagai persembahan kepada para Buddha, bodhisatwa, dewa, hingga naga," ujarnya.
Rangkaian acara dimulai sejak sore hari dengan doa di Candi Pawon. Kemudian, iring-iringan prajurit bregada dan warga membawa empat gunungan berisi pelita tempurung kelapa menuju bantaran Sungai Progo di Desa Brojonalan.
Sekitar pukul 19.38 WIB, larung pelita dimulai. Suasana magis menyelimuti saat pelita menyala di permukaan air yang mengalir ke laut selatan, diiringi lantunan mantra Patita Suci. Sebanyak 16.000 pelita dilarung malam itu, 6.000 di air dan 10.000 lainnya dinyalakan di daratan. Api pelita sendiri bersumber dari api abadi Mrapen yang sebelumnya telah disakralkan di Candi Mendut.
“Kita memohon, lalu melarung, agar doa dan harapan dikabulkan oleh Yang Maha Esa,” tambah Lama Rama.
Melalui tradisi ini, umat Buddha tak hanya merayakan nilai spiritual, tapi juga menyampaikan pesan damai dan harmoni kepada semesta. Di tengah dunia yang masih dipenuhi konflik dan ketidakpastian, ribuan pelita di Sungai Progo menjadi simbol bahwa cahaya harapan tetap menyala.***