Pasalnya, acara ini mempertemukan keturunan para pemimpin negara yang berasal dari latar belakang politik yang berbeda.
Kehadiran mereka dalam satu acara mencerminkan semangat kebersamaan di tengah perbedaan pandangan.
Beberapa nama yang hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Guruh Soekarnoputra (putra Presiden pertama RI Soekarno), Titiek Soeharto (putri Presiden kedua RI Soeharto), Ilham Akbar Habibie (putra Presiden ketiga RI BJ Habibie), serta Yenny Wahid (putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid).
Dari generasi lebih muda, tampak pula kehadiran Puan Maharani (putri Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri), Agus Harimurti Yudhoyono (putra Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono), serta dua putra Presiden ketujuh RI Joko Widodo, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep.
Sebagai tuan rumah, Didit Hediprasetyo juga turut menyambut para tamu dengan penuh kehangatan.
Potensi Tradisi Baru dalam Sejarah Kepemimpinan
Publik menilai bahwa interaksi seperti ini bisa menjadi jembatan komunikasi yang baik di antara generasi penerus pemimpin bangsa.
Selain membangun relasi yang lebih erat, pertemuan ini juga membuka peluang diskusi dan kolaborasi dalam berbagai bidang.
Banyak yang bertanya-tanya, apakah pertemuan ini akan menjadi tradisi baru dalam sejarah kepemimpinan Indonesia?
Jika benar demikian, bukan tidak mungkin generasi penerus pemimpin negara dapat saling berbagi pengalaman, wawasan, serta kontribusi mereka dalam pembangunan bangsa.
Meski belum ada kepastian mengenai waktu dan lokasi pertemuan lanjutan, antusiasme masyarakat sudah terlihat dari berbagai tanggapan di media sosial.
Banyak yang berharap bahwa agenda ini dapat terus berlanjut dan menjadi wadah bagi anak-anak presiden untuk membangun komunikasi yang lebih terbuka.
Kini, perhatian tertuju pada Didit Hediprasetyo sebagai inisiator acara. Akankah ia kembali mengumpulkan anak-anak presiden dalam satu forum?