mengungkapkan kekecewaannya terhadap DPR yang dinilai kurang transparan dalam pembahasan undang-undang tersebut.
Ia menyoroti bagaimana akses publik terhadap draf revisi sangat terbatas, sehingga memicu kecurigaan dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah.
"Masyarakat berhak tahu isi dari revisi UU TNI sebelum disahkan. Jika prosesnya tertutup, maka wajar jika muncul kecurigaan terhadap agenda tersembunyi di baliknya," tulisnya dalam sebuah unggahan di media sosial.
Reformasi dan Supremasi Sipil Harus Dijaga
Gelombang penolakan terhadap revisi UU TNI menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki kesadaran tinggi terhadap pentingnya supremasi sipil.
Baca Juga: Korupsi LPEI Bikin Syok! KPK Sita 24 Aset Senilai Rp 882,5 Miliar, Siapa Dalangnya?
Reformasi 1998 telah menjadi tonggak perubahan bagi demokrasi Indonesia, dan setiap kebijakan yang berpotensi mengembalikan dominasi militer dalam kehidupan sipil harus dikaji secara kritis.
Pemerintah dan DPR perlu mendengar suara rakyat serta memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat tetap sejalan dengan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
Pengesahan revisi UU TNI bukan sekadar perubahan kebijakan, melainkan isu fundamental yang menyangkut masa depan demokrasi Indonesia.
Demonstrasi besar, insiden kekerasan, serta kritik dari berbagai pihak mencerminkan keresahan publik terhadap kebijakan ini.
Pemerintah dan DPR harus memastikan bahwa revisi UU TNI tidak menjadi langkah mundur bagi reformasi, melainkan tetap berpegang pada prinsip supremasi sipil yang telah diperjuangkan selama lebih dari dua dekade.***