"Jadi dalam revisi Undang-Undang TNI itu hanya ada tiga pasal, yaitu Pasal 3, Pasal 53, dan Pasal 47. Tidak ada pasal lain," tegasnya.
Pernyataan ini sekaligus membantah spekulasi bahwa revisi UU TNI merupakan upaya untuk memperkuat peran militer di ranah sipil.
DPR memastikan bahwa pembahasan tetap sesuai dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil.
Ketua Komisi I DPR: Revisi UU TNI Justru Membatasi Dwifungsi
Sejalan dengan Dasco, Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menegaskan bahwa revisi ini tidak bertujuan untuk menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.
Baca Juga: Profil Febri Diansyah, Dari Wajah KPK ke Pengacara Kontroversial, Benarkah Berubah Haluan?
Ia justru menekankan bahwa rancangan undang-undang ini akan mempersempit ruang bagi militer untuk berkiprah di luar tugas pertahanan negara.
"Kalau ada kekhawatiran soal dwifungsi ABRI, saya sudah berkali-kali menegaskan bahwa revisi ini justru membatasi," ujar Utut.
Ia menambahkan bahwa perubahan aturan ini diperlukan untuk memperjelas batasan peran militer dalam pemerintahan.
Hal ini sekaligus untuk memastikan tidak adanya tumpang tindih kewenangan antara sipil dan militer di dalam sistem demokrasi.
Baca Juga: Setelah Renovasi Stadion, Erick Thohir Akan Dorong Klub Amatir Bermunculan
Revisi UU TNI Fokus pada Pembatasan, Bukan Perluasan Peran Militer
Dengan adanya klarifikasi dari DPR, isu mengenai dwifungsi ABRI dalam revisi UU TNI tampaknya tidak berdasar.
Revisi ini justru bertujuan untuk mempertegas peran militer sesuai dengan konstitusi dan menjaga keseimbangan antara kekuatan sipil dan militer di Indonesia.
Sebagai negara demokrasi, supremasi sipil harus tetap menjadi prinsip utama dalam setiap kebijakan.