HUKAMANEWS - Pemerintah bersama DPR tengah membahas revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), dengan salah satu poin yang menarik perhatian publik: keterlibatan TNI dalam penanganan narkotika.
Kebijakan ini menuai pro dan kontra, terutama terkait batasan peran TNI dalam tugas non-perang.
Apakah langkah ini akan menjadi solusi efektif atau justru berpotensi melampaui kapasitas institusi militer?
Baca Juga: Nothing Phone (3a) Resmi Dirilis, Samsung Galaxy Z Flip6 dan Realme GT 6T Alami Diskon Besar
TNI dan Tugas Baru dalam Penanganan Narkotika
Anggota Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, menegaskan bahwa pelibatan TNI dalam masalah narkotika akan masuk dalam kategori Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Dalam revisi terbaru UU TNI, tugas OMSP yang awalnya berjumlah 14 kini bertambah menjadi 17, termasuk penanganan narkotika dan pertahanan siber.
"TNI tidak akan terlibat dalam penegakan hukum, tetapi hanya membantu pemerintah dalam menangani penyalahgunaan narkotika," ujar Hasanuddin dalam rapat Panja RUU TNI di Jakarta pada Sabtu, 15 Maret 2025.
Pemerintah mengusulkan langkah ini sebagai respons atas meningkatnya jumlah pengguna narkotika yang telah mencapai 3,6 juta jiwa.
Baca Juga: Revisi UU TNI Diam-diam di Hotel Mewah! Koalisi Sipil Bongkar Fakta Mengejutkan
Overkapasitas lembaga pemasyarakatan menjadi tantangan serius, sehingga muncul wacana penggunaan fasilitas resimen induk daerah militer (Rindam) sebagai pusat rehabilitasi bagi pengguna narkotika.
TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP)
Dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004, disebutkan bahwa TNI memiliki 14 tugas dalam OMSP.
Beberapa di antaranya adalah menangani aksi terorisme, mengamankan perbatasan, hingga membantu pemerintah dalam menanggulangi bencana alam.
Dengan revisi terbaru, keterlibatan TNI dalam isu narkotika dan keamanan siber menjadi bagian dari tugas tambahan yang diberikan.