HUKAMANEWS - Penunjukan Riefian Fajarsyah atau Ifan Seventeen sebagai Direktur Utama PT Produksi Film Negara (Dirut PFN) menuai kontroversi.
Pengamat film nasional, Benny Benke, menilai keputusan ini lebih didasarkan pada faktor politik dibandingkan pertimbangan profesionalisme.
Benke menyayangkan bahwa proses seleksi Dirut PFN tidak melalui sistem merit.
Keputusan politik dinilai lebih dominan dalam menentukan kepemimpinan di perusahaan BUMN tersebut.
Baca Juga: BMKG Keluarkan Indikasi Fenomena Tsunami di Wilayah Kulonprogo Yogyakarta Jelang Mudik Lebaran
“Dari dulu PFN tidak berkembang karena selalu ada campur tangan politik. Pemangku kepentingannya tidak benar-benar memahami industri film,” kata Benke, Rabu (12/3/2025).
PFN sejatinya memiliki peran strategis dalam membiayai dan mengembangkan film nasional.
Namun, berbagai kebijakan yang diterapkan sering kali tidak sesuai harapan para insan perfilman.
Benke menambahkan bahwa sebenarnya ada banyak sosok yang lebih kompeten di bidang film, tetapi mereka tidak memiliki kedekatan dengan kekuasaan.
Hal ini menyebabkan sulitnya regenerasi kepemimpinan yang berbasis profesionalisme.
Baca Juga: Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto Sebut Ada Oplosan Dakwaan, Yang Mana
“Banyak yang lebih layak, tapi mereka tidak punya akses politik. Ini realitas di republik ini,” lanjutnya.
Salah satu pertanyaan besar yang muncul dari publik adalah kapasitas Ifan dalam mengelola PFN.
Sebagai musisi, rekam jejaknya dalam industri film terbilang minim.
Ia juga merupakan lulusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan perfilman.