Ronny juga menyinggung bahwa kasus yang menyeret Hasto sebenarnya sudah pernah diproses pada 2019 dan telah memiliki keputusan hukum tetap (inkrah).
Ia menyoroti beberapa kejanggalan dalam penyelidikan, termasuk kesaksian Hasan yang menyebutkan bahwa Hasto tidak pernah memerintahkan untuk menenggelamkan ponsel terkait barang bukti.
“Selain itu, penggeledahan terhadap saksi Kusnadi pada 10 Juni 2024 juga bermasalah. Ponsel disita tanpa dasar yang jelas, padahal tidak ada bukti yang mengarah pada obstruction of justice,” ujarnya.
Baca Juga: Puasa Tapi Kok Konsumsi Pangan Melonjak, Ini Strategi Pemerintah Pusat
Dugaan Politisasi Semakin Menguat
Langkah KPK yang terkesan menghindari praperadilan ini menimbulkan dugaan bahwa kasus Hasto memiliki muatan politik.
Ronny menilai ada indikasi bahwa kliennya sedang menjadi target operasi tertentu.
“Semakin jelas bahwa Sekjen PDI Perjuangan, Mas Hasto Kristiyanto, adalah sasaran dari operasi politik,” tegasnya.
Polemik antara Hasto dan KPK kini menjadi sorotan publik. Di satu sisi, KPK mengklaim sedang menjalankan tugas pemberantasan korupsi.
Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa proses hukum ini tidak sepenuhnya murni dan berpotensi memiliki agenda politik tertentu.
Kasus ini masih terus bergulir. Publik menunggu apakah KPK bersedia membuka semua bukti dan membuktikan bahwa proses hukum berjalan tanpa intervensi politik.
Praperadilan yang seharusnya menjadi ajang transparansi kini justru dipertanyakan keberadaannya.
Polemik antara KPK dan Hasto Kristiyanto semakin menarik perhatian publik.
Langkah KPK yang dianggap menghindari praperadilan menimbulkan dugaan adanya motif politik di balik kasus ini.