HUKAMANEWS - Imbas pemberitaan soal oplos BBM, masyarakat makin resah dengan kebijakan pemerintah.
Bahkan kerugian negara diklaim tak hanya Rp 193,7 Triliun namun Kejaksaan Agung ungkap angkanya sudah mencapai Rp 1.000 Triliun.
Sudah jelas ada pengoplosan oleh Kejagung, dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia malah membolehkan skema blending.
Menurut Bahlil, skema blending proses pencampuran bahan bakar minyak (BBM) tidak menyalahi aturan, selama spesifikasi atau kualitas bahan bakar diproduksi sesuai standar.
"Boleh (blending) sebenarnya, selama kualitasnya, speknya (spesifikasinya) sama," ucap Bahlil ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (26/2).
Pernyataan tersebut merespons kekhawatiran masyarakat terkait beredarnya Pertalite (RON 90) yang dioplos menjadi Pertamax (RON 92).
Kegiatan blending biasa terjadi di refinery atau kilang minyak untuk mengubah spek bahan bakar minyak (BBM) agar sesuai dengan standar.
Baca Juga: Diperiksa 5 Jam di Bareskrim, Razman Nasution Ngaku Kaget Lihat Rekaman CCTV!
Perbuatan keliru oleh Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga adalah melakukan pembelian (pembayaran) untuk RON 92, padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah.
Riva kini telah menjadi tersangka di Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.
Kasus tersebut diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sangat besar, yakni Rp 193,7 triliun.
Terkait dengan pembelian RON 90 dan RON 92, Bahlil menyampaikan pentingnya perbaikan penataan terhadap izin-izin impor BBM.
Kementerian ESDM kini telah membenahinya dengan memberi izin untuk 6 bulan, bukan satu tahun sekaligus.
Baca Juga: Tokoh Agama dan Lintas Iman Riau Bersatu Hadapi Krisis Lingkungan