Tahun 2014, Menteri ESDM Sudirman Said membentuk Satgas Anti-Mafia Migas yg diketuai oleh almarhum Faisal Basri dan menemukan bahwa transaksi perdagangan Migas di Petral sebagian besar jatuh ke tangan MRC, dan Satgas tsb merekomendasikan pembubaran Petral.
Atas rekomendasi Satgas tsb maka 2015, Menteri ESDM meminta Pertamina untuk melakukan Audit Investigasi terhadap Petral dan hasilnya sudah dilaporkan ke Presiden Jokowi tahun 2015.
Hasil audit tersebut menunjukkan bahwa ada persekongkolan dalam pengadaan Migas selama ini.
Presiden Joko Widodo saat itu sempat ragu untuk meminta Menteri ESDM untuk melaporkan hasil audit tersebut ke KPK.
Tapi Pertamina dan Menteri ESDM tetap melaporkan ke KPK tapi semua mandeg. Saat itu, sepertinya mafia Migas kembali kuat.
Tahun 2015 terbuka kasus Papa minta saham Freeport. Tokoh utama kasus tersebut adalah mantan Ketua DPR Setya Novanto dan MRC.
Baca Juga: Bapanas Bilang Stok Pangan Aman, Asal Masyarakat Jangan Boros Selama Puasa Ramadhan
Atas kasus tersebut, Setya Novanto sudah menjalani hukuman dg berhenti sebagai Ketua DPR tapi MRC tidak tersentuh sedikit pun, bahkan berkali-kali sering muncul sebagai tamu VIP Presiden Joko Widodo.
Inilah gambaran ringkas betapa kuatnya MRC dalam "mengendalikan" perdagangan migas di Indonesia karena selalu mendapatkan karpet merah rezim yang sedang berkuasa.
"Saya punya sejarah panjang "bersinggungan" dengan MRC."
"Bahkan hari pertama sebagai Sesmen BUMN (2005) saya sdh "berhadapan" dg ybs dan terakhir saat kasus Papa minta saham. Intinya selama ini ybs mendapatkan karpet merah setiap rezim yang berkuasa."
"Apakah Presiden Prabowo akan menggulung karpet merah yang selalu disiapkan oleh rezim untuk mafia migas selama ini? Ataukah sekadar ganti mafia?"
Mari kita tunggu.***