nasional

Siapa Alvin Lim? Inilah Perjalanan Sosok Pengacara Kontroversial yang Berani Tantang Mafia Hukum

Minggu, 5 Januari 2025 | 19:00 WIB
Perjalanan hidup Alvin Lim: pengacara vokal yang berani angkat isu sensitif seperti KM 50 hingga kritik Kejaksaan Sarang Mafia. (Youtube / HukamaNews.com)

HUKAMANEWS - Meninggalnya Alvin Lim pada Minggu, 5 Januari 2025, mengejutkan banyak pihak.

Pengacara yang kerap menjadi sorotan publik ini tutup usia setelah menjalani perawatan rutin akibat penyakit kronis yang dideritanya.

Namanya dikenal luas sebagai sosok vokal dalam mengungkap berbagai kasus kontroversial, termasuk peristiwa penembakan KM 50 yang melibatkan enam anggota Front Pembela Islam (FPI).

Alvin Lim bukan hanya sekadar pengacara; ia adalah simbol keberanian dalam memperjuangkan keadilan.

Baca Juga: Meninggal di RS Saat Cuci Darah, Alvin Lim Tinggalkan Polemik yang Belum Tuntas!

Pandangannya yang tajam kerap mengundang perdebatan, namun itulah yang membuatnya menjadi salah satu figur hukum paling diperhatikan di Indonesia.

Berikut ulasan tentang perjalanan hidup dan kiprah kontroversial Alvin Lim yang penuh warna.

Keberanian Membongkar Kasus Penembakan KM 50

Salah satu momen yang paling melekat dari sosok Alvin Lim adalah ketika ia secara terbuka menyoroti kejanggalan dalam kasus penembakan enam anggota FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.

Dalam sebuah podcast dengan Refly Harun, Alvin menyebut bahwa peristiwa tersebut bukan sekadar penegakan hukum, melainkan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang serius.

Baca Juga: 15 Hal yang Wajib Kamu Tahu Sebelum Beli Tablet Android, Samsung Galaxy Tab S10 Ultra Punya Semua Fitur Canggihnya!

“Saya bukan Islam, bukan simpatisan FPI, tetapi sebagai praktisi hukum, kita harus objektif. Penegakan hukum harus adil tanpa memandang siapa korbannya,” tegas Alvin.

Pernyataan ini mengguncang publik, terutama saat ia membandingkan kasus KM 50 dengan kasus pembunuhan Brigadir J oleh Irjen Ferdy Sambo.

Tak hanya itu, Alvin Lim bahkan meminta agar kasus KM 50 dan kebakaran Kejaksaan Agung diusut ulang.

Menurutnya, kedua kasus tersebut sarat dengan rekayasa dan kejanggalan. “Jika hukum hanya menjadi alat penguasa, maka keadilan takkan pernah tercapai,” tambahnya.

Halaman:

Tags

Terkini