"Korban mengalami sesak napas, bukan dikeroyok teman sekamarnya," jelas Akhmadi.
Meski begitu, pernyataan ini mungkin belum cukup menenangkan pihak-pihak yang mencurigai ada kemungkinan lain yang terjadi di balik layar.
Sebagai tersangka kasus pencabulan yang sempat menjadi berita besar, kematian S menimbulkan banyak pertanyaan, terutama dari masyarakat yang penasaran akan kelanjutan kasus ini.
Mengingat kasus yang melibatkan korban santriwati, beberapa orang mungkin akan bertanya-tanya apakah kematiannya akan berdampak pada proses hukum kasus tersebut.
Salah satu fakta menarik dari peristiwa ini adalah keputusan dari pihak keluarga yang menolak dilakukan autopsi.
Biasanya, dalam kasus kematian tersangka di tahanan, autopsi dilakukan untuk memastikan penyebab kematian secara pasti.
Namun, keluarga S memilih untuk tidak melanjutkan proses tersebut dan langsung meminta agar jenazah dimakamkan.
Hal ini tentunya memunculkan spekulasi tambahan: apakah pihak keluarga memiliki kekhawatiran tertentu, atau apakah ada faktor lain yang membuat mereka enggan melakukan autopsi?
Tentu saja, ini menambah lapisan misteri dari peristiwa ini. Autopsi adalah prosedur standar untuk mengungkap penyebab kematian secara ilmiah, terutama dalam kondisi yang tidak biasa seperti di tahanan. Namun, tanpa autopsi, kita hanya bisa berspekulasi.
Tersangka S bukanlah figur biasa. Ia diduga terlibat dalam kasus pencabulan yang menyeret banyak pihak, khususnya para santriwati yang menjadi korban.
Kasus seperti ini sangat sensitif di masyarakat Indonesia, terutama karena melibatkan institusi pendidikan agama yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak-anak.***