Lha, polisi harusnya melindungi dan menjaga ketertiban, tapi yang ini malah "bodo amat." Memang, kadang realita lebih kacau daripada sinetron.
Din Syamsuddin, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah yang juga jadi narasumber di acara ini, mengecam keras aksi brutal ini.
"Ini adalah cermin pelanggaran demokrasi yang terus terjadi di negara kita," tegas Din dalam pernyataannya.
Dia gak cuma sekedar kesal, tapi benar-benar marah melihat bagaimana demokrasi seakan-akan dipermainkan oleh oknum-oknum tertentu yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan mereka.
Kalau kita pikir-pikir, diskusi ini sebenarnya penting banget buat bangsa. Diaspora Indonesia punya peran besar dalam memajukan Indonesia dari luar negeri.
Diskusi dengan tokoh-tokoh nasional ini bisa jadi ajang buat mereka menyampaikan aspirasi, pemikiran, dan saran yang membangun.
Tapi kalau setiap acara diskusi malah berujung rusuh kayak gini, gimana kita mau jadi negara demokratis yang dewasa?
Aksi premanisme yang terjadi di acara ini benar-benar nunjukin bahwa masih banyak pihak yang gak ngerti pentingnya dialog dalam demokrasi. Kita gak bisa cuma ngandelin kekerasan buat ngeluarin argumen.
Kalau terus begini, kapan kita maju? Bahkan, dunia internasional pun bisa lihat betapa lemahnya kita dalam menjaga ketertiban di negeri sendiri.
Tata Kesantra, yang udah jauh-jauh terbang dari New York buat datang ke acara ini, terang-terangan menyebut kejadian ini memalukan.
"Ini bukan cuma memalukan, tapi juga bisa merusak citra Indonesia di mata dunia," ujarnya lagi.
Dia menambahkan bahwa diaspora Indonesia pasti kecewa dengan kondisi ini, terutama mereka yang berharap bisa ikut terlibat dalam diskusi kebangsaan.