Lebih lanjut, Guntur menyampaikan bahwa pihaknya masih akan berkoordinasi dengan keluarga untuk menentukan langkah hukum berikutnya.
Mereka berharap dapat mencari solusi yang bisa mengakhiri perkara ini secepat mungkin, tanpa harus membuat Piyono menderita lebih lama.
Kejaksaan Negeri Malang, Su'udi, menilai bahwa vonis yang diberikan kepada Piyono sudah memenuhi rasa keadilan.
Baca Juga: Sandiaga Uno: Konser Bruno Mars di Jakarta Bakal Saingi Taylor Swift di Singapura
Bahkan, vonis lima bulan penjara tersebut lebih ringan dibanding tuntutan awal JPU, yang meminta hukuman delapan bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider dua bulan penjara.
"Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim ini sudah mempertimbangkan usia tua terdakwa dan kondisi kesehatannya. Kami juga sudah memperhatikan hal-hal yang meringankan dalam tuntutan kami," ungkap Su'udi.
Su'udi juga menegaskan bahwa dalam hukum, masyarakat dianggap sudah mengetahui aturan yang berlaku, meskipun tidak ada sosialisasi langsung terkait larangan memelihara hewan seperti ikan aligator gar.
“Dalam kasus ini, perbuatan memelihara ikan yang dilarang sudah diatur dalam undang-undang, jadi meski tidak ada korban, tetap merupakan tindak pidana," jelasnya.
Ketika ditanya mengapa tidak ada opsi restorative justice dalam kasus ini, Su'udi menjelaskan bahwa tidak ada korban dan tidak ada upaya perdamaian dalam perkara ini, sehingga restorative justice tidak dapat diterapkan.
Selain itu, kasus ini merupakan limpahan dari Polda Jawa Timur, yang sebelumnya menangani perkara tersebut.
"Kasus ini adalah delik formil, jadi tidak perlu ada korban untuk dinyatakan melanggar hukum. Tindakannya sudah dilarang, jadi langsung dianggap melanggar undang-undang," tambah Su'udi.
Kisah Piyono tentu menyentuh hati banyak orang. Sebagai seorang kakek dengan tiga cucu, Piyono hanya memelihara ikan aligator gar tanpa niat jahat.
Ikan ini, yang sebenarnya biasa digunakan untuk membersihkan kolam ikan, tiba-tiba berubah menjadi penyebab dirinya mendekam di penjara.