Namun, apakah benar alasan kuorum ini murni karena absensi atau justru ada agenda tersembunyi yang lebih licik? Lucius dan banyak pengamat lain menduga, alasan ini hanyalah dalih untuk meredam reaksi publik.
Menunggu Rapat Selanjutnya
Kini, publik hanya bisa menunggu dan mengawasi setiap langkah DPR.
Apakah mereka akan benar-benar mendengarkan suara rakyat atau justru sebaliknya, terus bermain di balik layar untuk meloloskan revisi UU Pilkada yang penuh kontroversi ini?
Pertanyaan ini masih menggantung dan jawaban akhirnya mungkin akan segera terungkap.
Yang pasti, masyarakat sudah bosan dengan segala permainan politik ini.
Mereka ingin perubahan yang nyata, bukan sekadar janji-janji kosong.
Baca Juga: Jakarta Siaga! 1.273 Personel Dikerahkan Amankan Aksi Panas di Sekitar MK, Monas, dan Istana Merdeka
Apalagi jika revisi ini dianggap mencederai demokrasi yang telah diperjuangkan dengan susah payah.
Penutup: Demokrasi yang Dipertaruhkan
Pada akhirnya, revisi UU Pilkada ini bukan hanya soal prosedur atau teknis legislasi, tapi tentang nasib demokrasi kita.
DPR seharusnya menjadi representasi dari suara rakyat, bukan alat bagi segelintir elit politik untuk memenuhi ambisi mereka.
Jika mereka terus bermain-main dengan kekuasaan, bukan tidak mungkin kepercayaan publik akan semakin terkikis.