Dalam analisanya, Lucius melihat adanya kemungkinan DPR menggelar rapat paripurna pada saat massa demonstrasi sudah mulai lelah atau bahkan di keesokan harinya, saat suasana mulai mereda.
"Jadi bisa jadi malam hari saat massa demonstrasi sudah capek atau besok pagi-pagi, paripurna itu akan digelar," jelasnya. Ini bukan pertama kalinya DPR dianggap menggunakan trik semacam ini.
Arogansi DPR di Mata Publik
Penundaan ini juga dianggap sebagai bentuk arogansi DPR.
Dengan mayoritas fraksi yang berada di balik keputusan untuk merevisi UU Pilkada, meski sudah ada putusan MK yang sebaliknya, DPR seakan menunjukkan bahwa mereka bisa 'bermain' sesuka hati.
Publik tentu mempertanyakan, mengapa DPR dan pemerintah seolah melawan keputusan MK? Apakah ini hanya permainan politik atau ada agenda tersembunyi di balik layar?
Lucius juga mengingatkan, penundaan rapat paripurna ini jangan sampai dianggap sebagai akhir dari upaya DPR untuk mengesahkan RUU Pilkada.
Baca Juga: Gempar! DPR Batalkan Rapat Paripurna, RUU Pilkada Gagal Disahkan, Ada Apa di Balik Layar?
Menurutnya, meskipun rapat pagi ini dibatalkan, DPR kemungkinan akan tetap mencari celah untuk mewujudkan niat mereka.
Kisah 'Rapat Tanpa Kuorum'
Sebelumnya, rapat paripurna pengesahan revisi UU Pilkada yang dijadwalkan pagi tadi batal digelar dengan alasan yang 'klasik': tidak memenuhi kuorum.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, berdalih bahwa rapat tersebut tidak mungkin digelar pada hari yang sama karena ada mekanisme yang harus dilalui, yaitu melalui rapat pimpinan (rapim) dan Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
"Ya kalau sidang hari ini kita tunda, kita ada mekanisme. Nanti kan harus dirapimkan lagi, dibamuskan lagi," ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.