Banyak ahli keamanan digital yang menyoroti bahwa kasus ini seharusnya menjadi peringatan bagi kita semua.
Kita harus lebih berhati-hati dalam menyimpan dan berbagi konten pribadi, terutama yang bersifat sensitif.
Tidak hanya itu, kesadaran akan ancaman cyber seperti pencurian data dan penyalahgunaan konten pribadi harus ditingkatkan.
Dalam konteks perlindungan privasi, Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah.
Meskipun pemerintah telah mengesahkan berbagai undang-undang terkait perlindungan data pribadi dan pornografi, kasus seperti Audrey Davis menunjukkan bahwa implementasi dan penegakan hukum masih perlu ditingkatkan.
Saat ini, undang-undang yang ada, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, serta Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, menjadi landasan hukum bagi penindakan kasus penyebaran video asusila.
Namun, kasus-kasus serupa masih sering terjadi, yang menandakan bahwa regulasi yang ada belum cukup efektif untuk mencegah kejahatan cyber.
Penting untuk diingat bahwa hukum harus selalu beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
Di negara-negara maju, perlindungan privasi digital sudah menjadi prioritas utama, dengan regulasi yang ketat dan teknologi canggih untuk melindungi data pribadi warga negaranya.
Indonesia, sebagai negara dengan populasi pengguna internet yang besar, harus mengambil langkah-langkah serupa untuk melindungi warganya dari ancaman yang terus berkembang.
Langkah Preventif: Apa yang Harus Dilakukan?
Kasus Audrey Davis seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah dan masyarakat untuk lebih serius menangani isu keamanan digital dan privasi.