Lebih lanjut, Pasal 47 ayat 2 tetap menegaskan bahwa prajurit yang ingin menduduki jabatan sipil di luar daftar kementerian dan lembaga yang ditentukan harus terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif.
Pro dan Kontra: Perluasan Peran TNI atau Ancaman bagi Demokrasi?
Revisi UU TNI ini memunculkan berbagai respons di kalangan publik, akademisi, dan praktisi hukum.
Di satu sisi, pendukung revisi menilai bahwa langkah ini akan meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperkuat pertahanan negara dengan menempatkan prajurit berpengalaman di posisi strategis.
Baca Juga: Setelah Renovasi Stadion, Erick Thohir Akan Dorong Klub Amatir Bermunculan
Namun, di sisi lain, banyak yang khawatir bahwa kebijakan ini bisa mengarah pada militerisasi birokrasi sipil, yang bertentangan dengan semangat reformasi yang membatasi keterlibatan TNI dalam ranah politik dan pemerintahan.
Dengan tiga perubahan utama dalam revisi UU TNI ini, muncul pertanyaan besar: Apakah revisi ini benar-benar bertujuan untuk meningkatkan sinergi dan efektivitas pemerintahan, ataukah ini menjadi langkah mundur bagi demokrasi Indonesia?
Jawabannya akan sangat bergantung pada bagaimana kebijakan ini diterapkan di lapangan serta pengawasan terhadap implementasinya ke depan.***
Artikel Terkait
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad: Paling Lambat Pekan Depan Ada Keputusan Pengangkatan CPNS/PPPK
Omon-omon Efisiensi Anggaran, DPR Kenapa Boros Ngebut Revisi UU TNI di Hotel Fairmont?
KontraS Cium Bau Tak Sedap di Rapat Pembahasan Revisi UU TNI, Kalau DPR dan Pemerintah Semangat Rajin Begini, Biasanya Ada Apa-apa!
Rapat DPR RI di Hotel Mewah Saat Efisiensi Anggaran, Publik Bertanya: Prioritas atau Pemborosan?
Revisi UU TNI Diam-diam di Hotel Mewah! Koalisi Sipil Bongkar Fakta Mengejutkan
Revisi UU TNI, Benarkah Tentara Akan Ambil Alih Rehabilitasi Narkoba? Ini Faktanya!