Mereka mengondisikan agar produksi minyak domestik turun sehingga impor menjadi keharusan.
"Dalam penyelidikan ditemukan bahwa impor minyak dilakukan dengan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan minyak domestik. Selisih harga ini dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri," ujar Qohar.
Tersangka lainnya, Yoki Firnandi (YF), diduga melakukan markup kontrak pengiriman minyak dengan fee ilegal sebesar 13-15 persen.
Sementara itu, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) berperan sebagai broker yang mengatur transaksi impor minyak agar sesuai dengan kepentingan kelompok mereka.
Baca Juga: Satu Ton Kue Keranjang Dibagikan ke Masyarakat, Hanya Ada di Kota Semarang Lho
Modus operandi yang dilakukan dalam kasus ini cukup sistematis.
Tersangka AP berkomunikasi dengan DW dan GRJ untuk mengatur harga tinggi sebelum syarat administratif terpenuhi.
Kemudian, SDS dan RS menyetujui impor minyak mentah dan produk kilang dengan harga yang sudah dimanipulasi.
Keputusan impor ini membuat negara harus mengeluarkan biaya tambahan yang besar.
Jika dana ini dikelola dengan benar, seharusnya bisa digunakan untuk meningkatkan ketahanan energi nasional dan menekan harga BBM agar lebih terjangkau bagi masyarakat.
Meskipun tujuh tersangka telah ditahan, Kejaksaan Agung masih terus mendalami kasus ini.
Qohar menegaskan bahwa angka kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun masih bisa bertambah seiring dengan hasil audit yang sedang dilakukan oleh BPK.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi pengelolaan energi nasional.
Publik berharap agar kasus ini tidak berakhir seperti skandal-skandal korupsi lainnya yang hanya ramai di awal lalu menghilang tanpa kejelasan.
Artikel Terkait
Simak Saat KPK Buka Lika Liku Mbak Ita Lakukan Praktek Korupsi di Kota Semarang
KPK Endus Aliran Dana Korupsi Mbak Ita, Belum Mengarah
Korupsi dan Ironi Demokrasi, ketika Suara Rakyat Dijual di Pasar Gelap
Korupsi Minyak Mentah hingga Rp193 Triliun, Kejagung Tahan 7 Tersangka
Dijadikannya Dirut Pertamina Tersangka Dugaan Korupsi, Kementerian BUMN Belum Koordinasi dengan Kejagung