Hukamanews.com - Buah Maram (Eleiodoxa conferta) adalah buah asli hutan Kalimantan yang tumbuh subur di lahan rawa gambut. Oleh karena itu, Buah Maram bisa dikatakan sebagai indikator hutan rawa gambut yang sehat. Masyarakat harus memastikan hutan rawa gambut tetap terjaga agar hasil hutan seperti buah asam maram tetap lestari jika ingin menikmati citarasa asli buah asam maram.
Lahan rawa gambut di mana pohon Buah Maram tumbuh subur adalah wilayah yang penting bagi keanekaragaman hayati. Disebutkan, gambut mampu menampung hingga 30 persen jumlah karbon dunia agar tidak terlepas ke atmosfer.
Pohon Buah Maram mirip seperti salak. Berduri dan tumbuhnya berumpun persis buah salak. Itulah yang membuat tidak mudah untuk memanen buah asam maram. Seringkali ketika proses memanen melukai badan dari si pemanen buah asam maram.
Baca Juga: Universitas Telkom Berikan Pemahaman Literasi Digital Bagi Penderita Kanker di Rumah Kanker Ambu
Yohana Tamara yang merupakan Founder & CEO Kalara Borneo menceritakan pohon Maram dapat berbuah sepanjang tahun dan dapat menghasilkan Buah Maram dengan warna yang berbeda-beda. Ada Buah Maram dengan warna kehitam-hitaman, warna merah muda, warna merah tua, dan warna kuning.
“Buah Maram memiliki rasa asam yang asam khas. Bentuknya mirip dengan buah salak, namun Buah Maram cenderung bulat dan tidak mengerucut seperti halnya salak. Warna kulitnya merah sedikit orange, jika dikupas buahnya kenyal berserat dan terdapat biji buah di dalamnya. Jika masih mentah rasanya sangat asam, jika sudah matang rasanya asam manis dan biji di dalamnya sangat keras.” jelasnya dalam mini talkshow bertajuk: “Buah Asam Maram, Wujud Anugerah Sehatnya Hutan Indonesia”, Anomali Coffee Senopati, Jakarta, Minggu (26/11/22)
Baca Juga: Kisah 43 tahun pertemanan Sri Mulyani dan Retno Marsudi, duo Srikandi di KTT G20 Indonesia
Sebelumnya, Buah Maram tidak memiliki nilai secara ekonomi. Masyarakat hanya memanen buah maram seperlunya untuk dirujak atau menjadi cemilan di rumah. Selebihnya, Buah Maram dibiarkan membusuk di hutan karena masyarakat belum mengetahui cara pengolahan buah ini. Hal tersebut membuat banyaknya hasil hutan alami, salah satunya Buah Maram, terbuang sia-sia ketika musim panen tiba.
Kabupaten Sintang secara administratif berbatasan dengan Kalimantan Tengah dan Kabupaten Melawi di sebelah selatan, di sebelah timur berbatasan juga dengan Kalimantan Tengah dan Kabupaten Kapuas Hulu. Berbatasan dengan Kabupaten Ketapang, Sanggau, dan Sekadau di sebelah barat serta Serawak, Malaysia Timur, dan Kabupaten Kapuas Hulu di sebelah utara.
Kabupaten ini juga dilalui dua sungai besar yaitu Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Selain itu, terdapat pula empat gunung tinggi di daerah ini, yaitu Gunung Batu Raya, Gunung Batu Baluran, Gunung Batu Maherabut, dan Gunung Batu Sambung.
Kabupaten Sintang merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan Barat, banyak sekali ditemui tanaman Maram yang tumbuh secara liar dan sama sekali belum mendapatkan perhatian untuk dibudidayakan