Langkah presiden tersebut dinilai mengingatkan kembali pada era otoriter yang sudah lama berlalu di Korea Selatan.
Tidak ingin situasi semakin memanas, parlemen Korea Selatan bergerak cepat.
Dalam pemungutan suara yang dihadiri 190 anggota parlemen, semua suara sepakat untuk mencabut deklarasi darurat militer.
Ketua Majelis Nasional Woo Won Shik menegaskan bahwa parlemen akan berdiri bersama rakyat dalam menjaga demokrasi.
Ia juga meminta personel militer dan polisi yang sempat ditempatkan di halaman Majelis untuk mundur.
Beberapa jam kemudian, rekaman televisi menunjukkan pasukan militer mulai meninggalkan lokasi.
Keputusan parlemen ini sekaligus membatalkan tindakan darurat yang sebelumnya diumumkan Yoon.
Tindakan Yoon ini tidak hanya memicu kekhawatiran dalam negeri tetapi juga menjadi sorotan internasional.
Beberapa pihak melihat langkah ini sebagai manuver politik yang terlalu ekstrem, terutama di tengah tantangan yang sedang dihadapi negara tersebut.
Rencana militer untuk menindak mogok dokter, misalnya, juga menuai kecaman.
Ribuan dokter di Korea Selatan telah mogok selama berbulan-bulan sebagai protes terhadap kebijakan pemerintah menambah jumlah mahasiswa kedokteran.
Upaya menggunakan kekuatan militer untuk mengatasi isu sipil dianggap sebagai langkah yang tidak proporsional.
Meski darurat militer telah dicabut, langkah kontroversial ini meninggalkan jejak ketidakpuasan di kalangan masyarakat dan politisi.