Jenderal (Purn) Hoegeng Imam Santoso: Integritas tanpa Batas

photo author
- Jumat, 1 Juli 2022 | 09:00 WIB
Jenderal Polisi (Purn) Hoegeng Imam Santoso dan istri.
Jenderal Polisi (Purn) Hoegeng Imam Santoso dan istri.

Hukamanews.com - Kisah keteladanan Hoegeng selama menjabat di Kepolisian hingga akhir hayatnya dituliskan ke dalam buku, “Hoegeng Polisi Idaman dan Kenyamanan” yang ditulis oleh Abrar Yusra dan Ramadhan KH (diterbitkan Pustaka Sinar Harapan).

Satu ketika, seseorang sempat menyindirnya dengan kabar burung (gosip), apabila Hoegeng punya Mercy baru. Hoegeng dengan tegas langsung bereaksi, “Jangan macam-macam. Saya tak punya Mercedez, bahkan tak punya mobil pribadi. Tak mampu beli!,” tegas Hoegeng.

Faktanya memang demikian, Hoegeng hingga akhir hayatnya bahkan tidak memiliki mobil pribadi.

Baginya, jabatan bukanlah menjadi kesempatan untuk menambahkan pundi-pundi kekayaan, tetapi menjadi sebuah pengabdian. Sungguh bertolak belakang dengan perwira-perwira polisi saat ini yang sudah memiliki sendiri mobil pribadi, bahkan mobil mewah dengan jumlah lebih dari satu unit.

Baca Juga: Sosok Polisi Teladan yang Dirindukan Masyarakat

Sejak awal kemerdekaan, jawatan imigrasi dikenal sebagai sarang korupsi dan penyelundupan. Itulah alasan Presiden Soekarno mengkaryakan Hoegeng di posisi tersebut. Benar saja, Hoegeng tak memanfaatkan jabatannya untuk mengeruk kekayaan. Padahal imigrasi dikenal sebagai 'lahan basah' bagi para PNS untuk memperkaya diri.

Semasa dikaryakan sebagai kepala jawatan Imigrasi, Hoegeng masih tetap mengenakan seragam polisi. Dia hanya mau mengambil gajinya dari kepolisian. Gaji dan tunjangan sebagai kepala jawatan imigrasi tak disentuh. Padahal, kondisi ekonomi di masa itu merupakan masa-masa sulit.

Mengenai kejujurannya, Presiden Soekarno pun mengakuinya. Bangsa Indonesia di masa itu cukup beruntung memiliki putera bangsa seperti Hoegeng Imam Santoso. Pada tahu 1965, Hoegeng berhenti menjabat kepala jawatan imigrasi. Dia diangkat menjadi menteri iuran negara (kini disebut bea dan cukai). Di sinilah Hoegeng membongkar kasus penyelundupan tekstil besar-besaran.

Tahun 1966, setelah bertugas di luar Polri selama enam tahun, Hoegeng kembali ke Korps Bhayangkara. Dia menjabat Wakapolri yang pada saat itu bernama Deputi Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian. Tahun 1968, Hoegeng dilantik menjadi Kapolri. Lagi-lagi dia masih mempertahankan gaya sederhananya. Hoegeng menolak mobil dinas sedan mewah dan memilih jip.

Baca Juga: Momen Haru Saat Presiden Ukraina Terima Kunjungan Jokowi

Selepas tidak menjabat lagi sebagai Kapolri, Hoegeng masih terlihat aktif memberikan perhatian kepada Polri. Sebagai sosok polisi yang paling dihormati di masa itu, Hoegeng seringkali mendapati laporan dari tokoh masyarakat tentang perilaku personil kepolisian.

Puncaknya di tahun 1977, Hoegeng mendapat informasi dari seorang perwira menengah polisi berdinas sebagai provos tentang dugaan tindakan korupsi sejumlah perwira tinggi polisi di bagian jawatan keuangan. Setelah melakukan investigasi, Hoegeng segera menulis sebuah memo pribadi kepada Kapolri saat itu, Jenderal Polisi Widodo Budidarmo, isinya, Hoegeng mengkritik habis-habisan perilaku polisi bergaya hidup mewah.

Dalam memo tersebut dituliskan:

"Wid, sekarang ini kok polisi sudah kaya-kaya, sampai-sampai sudah ada yang punya rumah mewah di Kemang. Dari mana duitnya itu," tulis Hoegeng kepada Widodo dalam memo.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sukowati Utami

Tags

Rekomendasi

Terkini

X