HUKAMANEWS — Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyinggung gaya kepemimpinan Nadiem Makarim saat masih menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Ia menilai pendiri Gojek tersebut minim berinteraksi dengan perguruan tinggi, bahkan dalam momen genting penanganan pandemi Covid-19.
Mahfud menceritakan, Presiden Joko Widodo kala itu meminta perguruan tinggi mendapat arahan langsung mengenai kebijakan pemerintah menghadapi pandemi. Untuk itu, ia mengajak Nadiem berdialog secara virtual dengan para rektor dari seluruh Indonesia.
“Di pikiran saya ini kan tugasnya Pak Mendikbud. Lalu saya ajak si Nadiem ketemu melalui virtual dengan rektor seluruh Indonesia,” kata Mahfud, saat menghadiri sebuah forum diskusi, Senin (8/9/2025).
Namun, tanggapan para rektor dalam pertemuan tersebut membuat Mahfud terkejut. Menurutnya, sejumlah pimpinan perguruan tinggi mengaku baru pertama kali bisa berdialog langsung dengan menterinya sendiri.
“Tahu enggak yang muncul di situ? Profesor, rektor, mereka bilang alhamdulillah menteri bisa menegur kami. Selama ini kami enggak pernah,” ungkap Mahfud.
Para rektor, lanjutnya, bahkan menyampaikan bahwa selama menjabat, Nadiem hampir tak pernah memberi arahan secara langsung. “Kami selama ini enggak pernah diberi arahan, enggak pernah ketemu. Ada Pak Nadiem hadir, ada,” imbuhnya.
Kritik soal Minimnya Pemahaman Birokrasi
Berdasarkan pengalamannya itu, Mahfud menilai Nadiem memiliki integritas pribadi yang bersih, tetapi kurang memahami mekanisme birokrasi dan tata kelola pemerintahan.
“Menurut saya Nadiem itu adalah orang yang bersih, tetapi tidak paham birokrasi dan pemerintahan,” ujarnya.
Mahfud menekankan, interaksi aktif dengan perguruan tinggi sangat penting, terutama dalam situasi krisis. Ia menyebut kampus bukan hanya pusat pendidikan, tetapi juga sumber gagasan yang dapat memperkaya kebijakan negara.
“Dalam kondisi pandemi, perguruan tinggi seharusnya dilibatkan lebih intensif. Tidak hanya untuk menjalankan kebijakan, tetapi juga memberi masukan berbasis penelitian,” tutur Mahfud.
Pernyataan Mahfud ini sekaligus menjadi catatan kritis terhadap model kepemimpinan di sektor pendidikan. Kehadiran figur profesional dari luar birokrasi pemerintahan seperti Nadiem sempat dipuji sebagai langkah segar Presiden Joko Widodo. Namun, pengalaman di lapangan menunjukkan tantangan besar dalam menyesuaikan diri dengan kultur birokrasi yang menuntut komunikasi intensif dengan berbagai pemangku kepentingan.
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta, Suyanto, menilai kritik Mahfud perlu dijadikan refleksi.
“Kementerian pendidikan itu kompleks, tidak cukup hanya dengan visi besar. Dibutuhkan komunikasi yang rutin dengan rektorat, guru, dan masyarakat pendidikan. Tanpa itu, kebijakan bisa terasa jauh dari realitas,” katanya.
Pihak Nadiem belum menanggapi pernyataan Mahfud tersebut. Namun, selama menjabat, ia dikenal mendorong sejumlah program reformasi, seperti Merdeka Belajar, Kampus Merdeka, serta digitalisasi sistem pendidikan.
Meski demikian, catatan soal minimnya komunikasi dengan perguruan tinggi menambah panjang daftar kritik terhadap gaya kepemimpinan Nadiem. Bagi Mahfud, pengalaman ini menjadi pelajaran bahwa integritas personal harus berjalan beriringan dengan pemahaman birokrasi agar kebijakan pendidikan benar-benar menyentuh akar masalah.***