Setelah pertemuan tersebut, kedua terdakwa disebut mendapatkan lampu hijau untuk berpindah ke lantai 8, bagian yang mengurusi pemblokiran situs.
Tak berhenti di situ, pertemuan lanjutan disebut terjadi di sebuah restoran di Jakarta Selatan.
Di sana, Zulkarnaen mengaku kepada Adhi bahwa keberadaan situs perjudian sudah diketahui oleh Budi Arie dan telah “diamankan”.
Ia bahkan menyebut memiliki kedekatan khusus dengan sang menteri yang membuatnya leluasa dalam menjalankan praktik tersebut.
“Saya teman dekat Pak Menteri,” kata Zulkarnaen kepada rekan terdakwa, sebagaimana dikutip dalam dakwaan.
Lebih jauh lagi, jaksa juga membeberkan bahwa Budi Arie diduga meminta bagian sebesar 50 persen dari keuntungan praktik pengamanan situs judol.
Zulkarnaen disebut menjadi penghubung antara pelaku dengan menteri, sementara Adhi bertugas menyortir daftar situs agar yang sudah membayar tidak terkena blokir.
Dua nama lain yang turut terlibat adalah Alwin Jabarti Kiemas, sebagai bendahara, dan Muhrijan alias Agus, yang berperan sebagai penghubung dengan pihak luar.
Aktivitas ini berjalan sistematis dan terorganisir, dengan jumlah situs yang dilindungi dari pemblokiran disebut mencapai lebih dari 10 ribu.
Total dana yang berputar pun diduga mencapai puluhan miliar rupiah, menjadikannya salah satu skandal siber terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
Meski semua dakwaan telah dibacakan secara terbuka, Budi Arie tetap membantah segala tudingan tersebut.
“Itu adalah narasi jahat yang menyerang harkat dan martabat saya. Sama sekali tidak benar,” ujar Budi dalam keterangan tertulisnya pada 19 Mei 2025.
Kini, bola panas ada di tangan penyidik Polri, khususnya Bareskrim, untuk menindaklanjuti temuan-temuan di persidangan.