Mereka disebut menjalankan praktik penyaringan situs, yang memungkinkan beberapa platform judol tetap aktif beroperasi meski secara hukum harus diblokir.
Nama Adhi Kismanto disebut dalam dakwaan sebagai rekrutan yang dipilih langsung atas atensi Budi Arie, meski ia tak memiliki latar belakang pendidikan tinggi.
Dalam praktik tersebut, Adhi diduga menyaring daftar situs untuk memastikan hanya yang “tidak membayar” yang diblokir.
Lebih jauh lagi, jaksa menyebut bahwa Budi Arie memberi restu atas praktik tersebut ketika sempat terhenti pada April 2024.
Zulkarnaen dikatakan bertemu langsung dengan sang menteri di rumah dinas kawasan Widya Chandra untuk meminta izin melanjutkan kegiatan tersebut.
“Setelah pertemuan itu, praktik kembali berjalan seperti semula,” kutipan dakwaan menyebutkan.
Dari aktivitas tersebut, disebutkan ada lebih dari 10 ribu situs yang berhasil diamankan dari pemblokiran, dengan nilai transaksi yang mencapai puluhan miliar rupiah.
Terkait tudingan itu, Budi Arie telah menyampaikan bantahan keras melalui pernyataan tertulis.
Ia menilai tuduhan tersebut sebagai bentuk fitnah yang merusak martabat dirinya secara pribadi.
“Itu adalah narasi jahat yang menyerang harkat dan martabat saya. Sama sekali tidak benar,” ungkapnya pada 19 Mei 2025.
Budi Arie juga meminta masyarakat untuk tidak tergiring opini, dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada aparat penegak hukum.
Namun demikian, kasus ini tetap menjadi sorotan publik, terutama di tengah meningkatnya ekspektasi terhadap transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan baru.
Sejumlah pihak pun mendorong agar Presiden Prabowo menunjukkan sikap tegas dalam menyikapi menteri-menteri yang terseret kasus hukum, agar tidak mencoreng citra pemerintahannya yang baru berjalan setengah tahun.