HUKAMANEWS - Upaya Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo atau Jokowi, untuk tetap aktif di ranah publik setelah masa jabatannya selesai, kembali menjadi sorotan.
Nama Jokowi belakangan ini disebut-sebut sebagai calon kuat ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam Pemilihan Raya partai tersebut pada 2025.
Wacana ini memunculkan banyak spekulasi terkait arah politik Jokowi usai lengser dari kursi presiden.
Namun, tidak sedikit yang menilai bahwa langkah tersebut justru berisiko mempersempit ruang pengabdian Jokowi.
Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, menyampaikan pandangan berbeda.
Menurutnya, Jokowi seharusnya mencontoh langkah yang diambil oleh Jusuf Kalla, mantan wakil presiden yang kini aktif di dunia sosial melalui Palang Merah Indonesia (PMI).
Efriza menilai, pengabdian kepada masyarakat tidak harus diwujudkan melalui jabatan partai politik.
Ia menyebut bahwa publik melihat adanya dorongan agar Jokowi tetap eksis secara politik melalui PSI.
"Kalau niatnya tulus untuk mengabdi, lebih bijak jika Jokowi memilih jalan sosial seperti JK. Ini bisa jadi bentuk legacy yang lebih bermakna," kata Efriza pada Selasa, 20 Mei 2025.
Efriza juga menyinggung adanya potensi kepentingan politik pribadi di balik manuver ini.
Ia memandang bahwa dorongan agar Jokowi memimpin PSI berkaitan erat dengan upaya menjaga pengaruh politiknya, terutama untuk mendukung eksistensi anak-anaknya di panggung nasional.
Magister ilmu politik dari Universitas Nasional itu menambahkan, nama besar Jokowi masih punya daya tarik politik yang tinggi.
Namun, hal itu bisa menjadi bumerang jika digunakan secara keliru.