HUKAMANEWS - Mantan Kabiro Humas sekaligus juru bicara KPK, Febri Diansyah, menjadi salah satu kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Febri menjelaskan alasan kini bergabung untuk membela Hasto.
"Mungkin banyak pertanyaan ya dari teman-teman, kenapa kemudian katakanlah Bang Todung adalah tokoh antikorupsi, kemudian menangani kasus korupsi. Karena melihat begitu banyak persoalan dari aspek hukum dalam proses penanganan perkara ini dan juga dari substansinya," ujar Febri di kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu,12 Maret 2025.
Dari kasus Hasto, pihaknya mengaku telah mempelajari dan berdiskusi dengan beberapa pihak terkait kasus Hasto. Febri menganggap peran Hasto dalam perkara ini tidak jelas.
Baca Juga: Timbulsloko Hilang Ditelan Laut! Bukti Nyata Krisis Iklim yang Mengancam Ribuan Desa Pesisir
"Jadi kami pelajari ada dua putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, karena putusan pengadilan itulah yang menjadi pegangan paling kuat. Sebenarnya sangat jelas tidak ada peran Pak Hasto Kristiyanto yang kemudian bisa membuat Pak Hasto dijerat sebagai pemberi suap dan seluruh sumber dana yang diberikan kepada Wahyu Setiawan menurut putusan tersebut, fakta hukum yang sudah diuji di persidangan tersebut itu bersumber dari Harun Masiku," kata Febri.
Febri menyebut kasus ini harus diuji secara rinci. Hal itu bisa dilakukan di persidangan nanti.
"Setelah kami pelajari itulah, kemudian kami cukup yakin bahwa kasus ini seharusnya diuji secara rinci dan secara detail dalam proses persidangan nanti," sebutnya.
Baca Juga: Oppo Find X8 Ultra, Bocoran Spesifikasi Diklaim Akurat, Ini Detailnya!
Sebelumnya, PDIP menambah sederet pengacara untuk membela Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto melawan KPK di sidang kasus suap dan perintangan berkaitan buron Harun Masiku. Ada sejumlah nama yang mengisi daftar panjang pengacara Hasto, salah satunya mantan jubir KPK Febri Diansyah.
Lebih lanjut, dalam dakwaan KPK, kasus Hasto terkesan seperti dioplos dengan adanya sejumlah kekeliruan di dakwaan tersebut.
"Jadi dakwaan KPK menggunakan data yang salah, terkait dengan perolehan suara Nazarudin Kiemas. Pada dakwaan disebut Nazarudin Kiemas memperoleh suara 0. Padahal faktanya Nazarudin Kiemas almarhum pemegang suara yang terbanyak. Di dakwaan ini, bertentangan dengan fakta yang ada dan juga fakta yang yang muncul," ucap Febri.
Dalam dakwaan dicantumkan bahwa seolah-olah Hasto pernah bertemu dengan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam kunjungan yang tidak resmi. Padahal itu bertentangan dengan fakta persidangan putusan untuk Wahyu Setiawan.***