"Kalo lukisan tetap ada di galeri, cuma orang tertentu yang bisa lihat. Gara-gara diberedel, kita jadi tau kalau rezim ini takut sama gambar," tulis seorang warganet.
Ada juga yang menilai bahwa pelarangan ini menunjukkan sikap anti-kritik dari pemerintah.
"Negara demokrasi kok takut kritikan? Belum apa-apa udah kelihatan banget," komentar warganet lainnya.
Beberapa warganet bahkan menyerukan agar masyarakat lebih berani melawan pelarangan seperti ini.
"Seni adalah ekspresi. Pelarangan ekspresi di negeri demokrasi adalah kejahatan," tulis seorang pengguna media sosial.
Kasus ini memunculkan kembali perdebatan tentang batas antara kebebasan berekspresi dan kritik terhadap pemerintah.
Banyak yang mempertanyakan, apakah seni yang mengkritik dianggap ancaman bagi stabilitas negara?
Ataukah ini justru mencerminkan ketakutan pemerintah terhadap suara-suara kritis?
Galeri Nasional Indonesia hingga saat ini belum memberikan pernyataan resmi terkait polemik ini.
Namun yang pasti, pelarangan ini telah memicu diskusi panjang tentang kebebasan berekspresi di Indonesia.***