Padahal, Supriyani sendiri bersikeras bahwa ia tidak mengajar di kelas tempat anak tersebut berada.
Bahkan, dia mengungkapkan bahwa tidak ada peristiwa kekerasan yang terjadi.
Sejak awal, Supriyani mempertahankan bahwa dirinya tidak bersalah.
Menurutnya, tuduhan tersebut adalah kesalahpahaman yang terjadi akibat adanya ketegangan di antara pihak keluarga siswa dan beberapa dinamika internal yang tidak terkait langsung dengan dirinya.
Namun, selama proses hukum berlangsung, meski sejumlah saksi dan bukti tidak mendukung tuduhan, beban psikologis yang ditanggung Supriyani cukup berat.
Tidak hanya dari sisi profesionalitasnya sebagai seorang pendidik, tetapi juga dari segi sosial dan emosional.
Hari Guru, Hari Kebebasan
Vonis bebas yang diterima Supriyani menjadi semakin berarti karena keputusan tersebut jatuh pada hari yang istimewa: Hari Guru Nasional yang diperingati setiap 25 November.
Hari ini, yang biasanya dipenuhi dengan berbagai perayaan dan penghargaan bagi para guru di seluruh Indonesia, menjadi simbol kemenangan bagi seorang guru yang tak hanya terlibat dalam perjuangan pendidikan, tetapi juga dalam pertarungan untuk mempertahankan hak-haknya.
Keputusan majelis hakim ini tentunya membawa angin segar bagi Supriyani dan juga rekan-rekannya di dunia pendidikan.
Di tengah tantangan yang sering dihadapi oleh para pendidik, mulai dari kekurangan fasilitas hingga berbagai tuduhan tak berdasar, Supriyani menunjukkan bahwa suara kebenaran dan perjuangan untuk hak martabat seorang guru harus selalu diperjuangkan.
Hak-Hak dan Martabat yang Dipulihkan
Selain vonis bebas, yang tak kalah penting adalah pemulihan hak-hak Supriyani yang selama ini terkikis akibat tuduhan yang tidak terbukti.