KRI Nanggala-402 sendiri telah menjadi ikon perjuangan TNI AL dan menjadi simbol sejarah penting bagi Indonesia, terutama setelah insiden tenggelamnya kapal selam ini beberapa tahun lalu.
Satu hal yang menarik adalah bagaimana prosesi penyematan tersebut seolah mengingatkan publik pada hubungan mesra antara pemerintah sipil dan militer, sesuatu yang kerap diabaikan dalam percaturan politik sehari-hari.
Jokowi, dalam perannya, menunjukkan bahwa dirinya tidak hanya fokus pada isu-isu ekonomi dan infrastruktur, tetapi juga menaruh perhatian besar pada sektor pertahanan.
Demonstrasi Alutsista: Antara Pertunjukan Kekuasaan dan Pesan Kedaulatan
Setelah prosesi resmi, acara semakin meriah dengan berbagai demonstrasi alutsista yang disuguhkan TNI AL.
Mulai dari demonstrasi Pasukan Khusus Laut (Pasusla), manuver kapal selam timbul cepat, hingga Sailing Pass dan Fly Pass yang dilakukan oleh Rajawali Laut Flight (RaLF).
Semua atraksi ini menunjukkan kekuatan TNI AL dalam menjaga kedaulatan maritim Indonesia.
Apakah ini sekadar unjuk kekuatan militer, atau ada pesan tersembunyi yang ingin disampaikan kepada negara-negara tetangga yang sering kali "nakal" di wilayah laut Indonesia?
Dalam konteks politik internasional, aksi demonstrasi ini bisa dilihat sebagai bentuk peringatan kepada negara lain bahwa Indonesia memiliki kemampuan pertahanan yang cukup mumpuni untuk mengamankan wilayah maritimnya.
Terlebih lagi, belakangan ini ketegangan di Laut China Selatan semakin memanas, dan Indonesia ingin memastikan bahwa kedaulatannya di laut tidak bisa dipandang sebelah mata.
Namun, di sisi lain, atraksi militer seperti ini juga bisa dimaknai sebagai bagian dari strategi pencitraan, terutama menjelang tahun politik di 2024.
Baca Juga: Upgrade Xiaomi Redmi Note 14 Pro dan Pro Plus, Hadir dengan Spesifikasi Mantap dan Mengoda!
Jokowi, yang akan segera lengser, mungkin ingin meninggalkan kesan bahwa ia telah memperkuat pertahanan negara dengan baik, serta mempersiapkan angkatan bersenjata untuk menghadapi ancaman di masa depan.