Setelah kecelakaan terjadi, alih-alih bertanggung jawab, sopir tersebut malah kabur dari lokasi.
Mungkin dalam kepanikan, dia memutuskan untuk melarikan diri, meninggalkan korban yang sudah terhimpit di balik kemudi.
Polisi kini tengah memburu sopir tersebut, dan bisa jadi, dia akan menghadapi dakwaan yang lebih serius jika ditemukan.
Baca Juga: Jelang Lengser Netizen Makin Berani Ungkap Kebohongan Jokowi, Mulai Foto Hingga Ijazah UGM Palsu
Kasus ini jadi bukti nyata bagaimana mengabaikan aturan muatan kendaraan bisa berujung pada tragedi.
Ini bukan sekadar soal peraturan yang ada di atas kertas; ini soal nyawa. Setiap hari, kita melihat truk-truk besar di jalan, penuh dengan barang dagangan yang bisa jadi melebihi batas kapasitas kendaraan.
Kadang, perusahaan logistik dan para sopir mengabaikan aspek keselamatan hanya demi efisiensi waktu dan biaya. Padahal, risiko dari keputusan tersebut bisa sangat fatal.
Baca Juga: Review Vivo V40 Lite 4G, Seri V Paling Terjangkau dengan Aura Light dan AI Canggih!
Kelebihan muatan memengaruhi berbagai aspek dari performa kendaraan.
Pertama, sistem pengereman jelas akan kesulitan ketika truk membawa beban melebihi kapasitas.
Ketika truk itu tak lagi bisa dikendalikan, siapapun di jalan bisa menjadi korban, seperti halnya ZA yang kehilangan nyawanya hanya karena pengabaian tersebut.
Di sini, muncul pertanyaan besar: siapa yang harus bertanggung jawab? Apakah sopir truk kacang kedelai yang harus menerima beban kesalahan penuh?
Atau mungkin perusahaan yang mengirimnya dengan muatan berlebihan? Atau apakah kondisi infrastruktur kita yang tidak dirancang untuk menampung kendaraan-kendaraan yang sering kali tak sesuai aturan?
Pertanyaan-pertanyaan ini tidak mudah dijawab, tapi satu hal yang pasti—ada banyak pihak yang terlibat dalam siklus yang saling terkait.