Tak hanya itu, pengguna akun @didihadi*** juga menyindir, "Heran sama Mbak Audrey, cakep-cakep mau tidur sama tokek plafon."
Sindiran ini, meskipun mungkin dimaksudkan sebagai humor, sebenarnya menunjukkan adanya elemen body shaming yang tersembunyi dalam kritik publik terhadap kasus ini.
Komentar-komentar seperti yang diungkapkan di atas bukan hanya sekadar ejekan ringan.
Dalam konteks yang lebih luas, sindiran-sindiran ini masuk dalam kategori body shaming, yaitu tindakan merendahkan seseorang berdasarkan penampilan fisik mereka.
Body shaming sering kali memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan mental korban, terutama ketika disampaikan di ruang publik seperti media sosial.
Dalam kasus Audrey dan AP, body shaming ini tidak hanya merugikan pihak yang dituju, tetapi juga memperburuk situasi emosional korban, dalam hal ini Audrey.
Sebagai seorang wanita yang menjadi korban penyebaran video syur, Audrey sudah menghadapi tekanan besar dari publik dan media.
Tambahan komentar bernada negatif tentang pilihannya dalam asmara tentu saja menambah beban mental yang harus ia hadapi.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa body shaming dapat menyebabkan depresi, kecemasan, dan bahkan gangguan makan.
Efek negatif ini semakin parah ketika body shaming dilakukan secara terbuka di media sosial, di mana ribuan atau bahkan jutaan orang dapat melihat dan ikut berkomentar.
Di Indonesia, kasus penyebaran video syur bukanlah hal baru.
Banyak kasus serupa yang mencuat ke publik, dan hampir selalu diikuti oleh reaksi yang sama: publik tidak hanya mengecam pelaku penyebaran, tetapi juga mengomentari korban dengan cara yang tidak pantas.