Di Balik Harga Beras Begitu Tinggi, Ada Praktik Saling Tutupi antara Pasar Tradisional dan Supermarket

photo author
- Sabtu, 9 Agustus 2025 | 21:12 WIB
Beras murah dioplos jadi SPHP, pakar nilai ini ancaman serius bagi efektivitas bantuan pangan pemerintah untuk keluarga miskin. (HukamaNews.com / Net)
Beras murah dioplos jadi SPHP, pakar nilai ini ancaman serius bagi efektivitas bantuan pangan pemerintah untuk keluarga miskin. (HukamaNews.com / Net)

HUKAMANEWS – Harga beras dalam negeri dinilai terlalu tinggi melampaui Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan. Hal ini berbanding terbalik dengan klaim Kementerian Pertanian (Kementan) yang menyebut harga beras perlahan turun. 

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengungkapkan bahwa berdasarkan pantauannya di lapangan, harga beras premium di pasar mencapai Rp16.500 per kilogram. Padahal, HET yang ditetapkan pemerintah berada di angka Rp14.900 per kilogram. 

“Nah kalau kemarin saya melihat di pasar, ini Indonesia begini. Kan tadi saya katakan paling murah Rp12.000 (per kg), paling mahal itu Rp16.500. Jadi, barang beras yang sekarang ada di pasar itu sudah melebihi HET-nya. Kan HET premium itu Rp14.900, sekarang kemarin Rp 16.500. Coba bisa dibayangkan,” ujar Yeka saat konferensi pers, Sabtu , 9 Agustus 2025. 

Baca Juga: BPOM Cabut Izin 21 Produk Kosmetik, Temuan Formula Tak Sesuai dan Risiko Kesehatan

Menurutnya, situasi ini menimbulkan ketidakadilan, lantaran di pasar tradisional, masyarakat harus dihadapkan dengan harga beras di atas HET. Sementara di pasar modern atau supermarket, harga beras justru sesuai HET atau bahkan lebih rendah. 

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan, kebijakan HET sebenarnya menguntungkan pihak yang mana.

“Di pasar tradisional, masyarakat ketemu dengan harga beras di atas HET. Di pasar modern, masyarakat ketemu harga HET. Jadi, sebetulnya kebijakan HET ini menguntungkan siapa?” paparnya. 

Baca Juga: Tampangnya Kek Orang Bener Padahal Psikopat, Sadisnya Selain Kuras Rekening Karena Gila Judol, Pelaku Juga Tega Rudapaksa Tiwi

Ombudsman menemukan bahwa harga beras di pasar tradisional lebih mahal dibanding HET premium karena adanya praktik kompensasi dari pelaku usaha, seperti penggilingan atau perusahaan beras. Jika penjual atau distributor mengalami kerugian ketika menjual beras di supermarket dengan harga sesuai HET atau lebih rendah, kerugian itu ditutupi dengan cara menaikkan harga beras di pasar tradisional. 

Yeka menambahkan kerugian yang dialami penjual di pasar modern akibat menjual beras sesuai HET, lalu ditutupi oleh keuntungan yang diperoleh dari harga tinggi di pasar tradisional. 

“Setelah kami lihat, kami simpulkan mengapa beras di pasar tradisional itu harganya di atas HET premium. Karena ternyata ini kompensasi bagi penggilingan atau bagi perusahaan. Di supermarket katakanlah dia rugi, maka di pasar tradisional dia bisa dapat untung,” beber Yeka. 

Baca Juga: Apple Tetap di Tahta Tablet Dunia Penjualan Global Naik Gila-gilaan, tapi Kejutan Amazon Bikin Pesaing Ketar Ketir

Lebih jauh, ia menyarankan pemerintah untuk mengambil langkah cepat untuk menstabilkan harga. Salah satunya adalah dengan mempercepat pelepasan stok beras yang dimiliki Perum Bulog ke pasar.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Elizabeth Widowati

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X