Namun, para ahli sepakat bahwa perbedaan perilaku pada kucing lebih dipengaruhi oleh ras daripada warna bulunya.
Bahkan, hasil riset itu justru menyebut bahwa kucing oren cenderung lebih agresif terhadap orang asing, terutama karena rasa takut.
Fakta ini diungkap oleh Carlo Siracusa, ilmuwan dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Pennsylvania.
Menurutnya, hasil tersebut didapat dari survei terhadap para pemilik, bukan observasi langsung, sehingga bisa dipengaruhi bias pribadi.
Siracusa sendiri mengakui bahwa persepsi orang terhadap kucing bisa sangat subjektif.
Baca Juga: Ternyata Kucingmu Anggap Kamu Kucing Juga, Ini Penjelasan Ilmiahnya!
Misalnya, ada yang merasa kucing betina lebih dingin, atau kucing tortoiseshell lebih manja ke anjing.
Artinya, mungkin saja label “kucing oren paling kocak sedunia” itu hanyalah persepsi publik yang makin menguat karena konten viral.
Namun, ada teori menarik dari Hiroyuki Sasaki, profesor emeritus dari Universitas Kyushu, Jepang.
Ia menjelaskan bahwa gen ARHGAP36 juga terdeteksi aktif di area otak dan kelenjar hormon, selain memberi warna bulu.
Karena sel pigmen berasal dari neural crest cells, sel yang juga bisa menjadi neuron dan pengatur hormon—bisa saja ada kaitan antara gen warna dan kepribadian.
Tapi, Sasaki dengan tegas menyebut ini baru hipotesis awal, belum bisa disimpulkan sebagai fakta.
Meski begitu, ide bahwa warna bulu bisa punya hubungan dengan perilaku tetap menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Fakta bahwa manusia dengan rambut merah, akibat gen MC1R, punya ambang rasa sakit berbeda, jadi contoh bahwa gen warna bisa memengaruhi aspek lain.